Sindrom Political Psychopath dan Mentalitas Kepiting di Indonesia
BANDUNG - Dalam dunia politik Indonesia, telah muncul tren yang tercermin, ditandai dengan semakin banyaknya kasus sentimentil pribadi yang dibawa ke publik ditambah dengan mentalitas kepiting para oknum politikus saat ini. Fenomena ini sering disebut sebagai “sindrom psikopat politik”.
Peristiwa-peristiwa terbaru telah menyoroti realitas yang mengganggu dari sindrom ini, di mana individu-individu dalam lanskap politik terlibat dalam upaya tanpa henti untuk mencakup dan merusak rekan-rekan mereka dengan membawa masalah pribadi ke ranah publik. Perilaku ini tidak hanya merusak integritas proses politik tetapi juga menimbulkan tantangan signifikan bagi kemajuan cita-cita demokrasi bangsa.
Bagi individu yang mungkin disebut sebagai psikopat politik, hal yang paling penting adalah membuktikan kebenaran diri mereka. Sifat untuk menegaskan bahwa mereka benar merupakan ciri khas dari psikopat politik. Berbeda dengan egomaniak yang sederhana, psikopat politik ditandai dengan ketidakmungkinannya untuk menerima bahwa mereka bisa salah. Saat membahas tentang psikopat politik, sering kali terlalu mudah untuk menganggap mereka hanya sebagai narsisisme egomaniakal, padahal sebenarnya mereka berusaha memanipulasi kenyataan agar sesuai dengan keputusan yang sudah mereka buat. Psikopat politik cenderung mengelilingi dirinya dengan pengikut setia dan karena itu kurang mendapatkan umpan balik yang kritis, sehingga mereka kehilangan perspektif objektif. Oleh karena itu, psikopat politik jarang mempertimbangkan kemungkinan bahwa keputusan mereka, yang akhirnya diambil tanpa memperhatikan pendapat orang lain.
Proliferasi psikopat politik tercermin dalam pola berulang individu-individu yang didorong ke posisi menonjol, hanya untuk segera terkena tuduhan serangan yang tidak berdasar dan karakter serangan. Fenomena ini mencerminkan budaya buruk dan permusuhan yang terjadi di arena politik, di mana kesuksesan sering dianggap sebagai ancaman daripada sesuatu yang harus dirayakan.
Lebih lanjut, sifat merusak dari “mentalitas kepiting” semakin meningkatkan kesejahteraan dinamika politik Indonesia. Alih-alih memupuk kerja sama, individu-individu cenderung menarik orang lain ke bawah dengan harapan untuk meningkatkan status mereka sendiri. Pemikiran yang merusak ini tidak hanya menghambat kemajuan tetapi juga mempertahankan siklus kebencian dan permusuhan yang menghambat perkembangan sosial-politik bangsa.
Sangat penting bagi semua pihak yang terlibat dalam politik untuk mengakui efek merugikan dari Sindrom Psikopat Politik dan mengambil tindakan yang tegas untuk menanggulangi akar permasalahannya. Ini melibatkan memupuk budaya akuntabilitas, transparansi, dan saling menghormati, di mana perbedaan dianggap sebagai peluang pertumbuhan bukan sebagai sumber perpecahan.
Ketika Indonesia terus bergerak dalam perjalanan demokrasi, sangatlah penting untuk menegakkan prinsip-prinsip integritas, martabat, dan kesopanan dalam seluruh aspek pemerintahan. Dengan mengatasi pengaruh kerusakan dari Sindrom psikopat politik, kita dapat membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah dan inklusif bagi generasi yang akan datang.
Penulis: Apriya Maharani R (Akademisi)