Refleksi Pendidikan: Hak Istimewa Segelintir atau Kebutuhan Semua?
JAKARTA- Segenap Tanah Airpun mengucurkan air mata, begitu sangat teganya sang Provokator Pendidikan Kementerian Pendidikan Pendidikan Tinggi sudah mencela, apa arti dari sebuah pendidikan? Masyarakat menanyakan mengapa setiap Universitas Pasca Pemilihan Umum, seluruhnya segambreng, satu persatu mengumumkan kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal mereka, masyarakat bisa terima bahwa Golongan 1 kisaran 500.000 dan Golongan 2 1.000.000/1.500.000 , tapi apakah logis ketika menuju golongan 3? akan sangat melampau tinggi dari tahun lalu. Adapakah Direktorat Pendidikan Tinggi, telah acuh tak acuh terhadap Universitas dikarenakan setiap Universitas sudah di legalkan , diizinkan dan di perbolehkan untuk Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum yang dimana, fakta dilapangannya Universitas mencari pundi-pundi pemasukan untuk memajukan Universitas tersebut. Setiap kampus tergerak untuk mencari pundi-pundi selain Uang Kuliah Tunggal, tapi apakah mungkin itu bisa terjadi dalam hal instan? Oh tidak, hal itu akan membutuhkan waktu yang lama, cara yang terinstan adalah menaikan Uang Kuliah Tunggal PerMahasiswa yang ingin masuk kedalam dunia Pendidikan Tinggi. Cara yang mudah bukan? setiap orang tua, menginginkan anak untuk masuk ke dalam perguruan tinggi, kenapa? karena Rekuitmen Pekerjaan itu mulai Kualifikasinya adalah Strata 1/S1 Minimal, lalu setiap kebutuhan selalu dimulai dari Strata 1, bagaimana orang tua tidak sangat menginginkan si anak untuk melanjutkan pendidikan? selain itu, merubah nasib adalah alasan terkuat bagi setiap orang tua akan bagaimana caranya membiayai si anak untuk berkembang ke hal yang lebih baik lagi. Sekalipun itu membiayainya dengan cara berhutang kepada siapapun agar sianak bisa mencicipi pendidikan tinggi.
Lalu dengan mudahnya perwakilan Dirjen Pendidikan Tinggi, membuat itu sebagai pilihan bukan wajib. padahal setiap Kualifikasi pekerjaan itu hampir rata-rata ditemukan, membutuhkan Kualifikasi S1. yaah, kita semakin jelas ramainya kenaikan Uang Kuliah Tunggal tidak bisa dibendung oleh Pemerintah Pusat itu sendiri, makin lama semakin lebar peluang pundi-pundi keuangan itu. Dan jika harus digratiskan, saya percaya dan tidak percaya, karena belum mengalaminya, akan tetapi jika ada peluang membuat Kebijakan yang mengratiskan Pembiayaannya akan tetapi didukung pembiayaan lain untuk pemenuhan kebutuhan Riset, Perawatan gedung fasilitas dan lain hal, sebagian Masyarakat akan sangat terbantu, dan sebagian lagi, akan cukup meremehkan karena Kuliah itu gratis dan tidak berbayar.
Tinggal mana prioritas pemerintah saat ini saja, apakah pendidikan itu menjadi prioritas bersama? atau justru masyarakat diharusskan bodoh dan jangan pintar?
Praditiyo Ikhram S.Pd. (Akademisi Kebijakan Pendidikan & Wakil Koordinator Indonesia Education Watch)