Potret Pendidikan di Perbatasan Indonesia-Malaysia

Potret Pendidikan di Perbatasan Indonesia-Malaysia

Smallest Font
Largest Font

KALIMANTAN BARAT - Indonesia menjadi negara kepulauan yang sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu pulau yang dipisahkan oleh lautan dan selat yang juga tidak kalah luasnya. Berdasarkan catatan Nasruddin, Indonesia memiliki jumlah pulau sekitar 17.000 ribu, yang terdiri dari pulau kecil dan besar, dimana 922 di antaranya telah menikah secara permanen. Jumlah suku yang ada di dalamnya mencapai 300. Itulah sebabnya menurut (Noorzeha & Suryosumunar, 2020:104), masyarakat, bangsa dan negara Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultur”.

Kepulauan nusantara ini menarik karena berdasarkan letak geografisnya diapit oleh dua samudra yakni samudra Hindia dan samudra Pasifik serta dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Dengan kondisi tersebut menjadikan Indonesia sangat strategis karena dilalui oleh jalur perdagangan dunia. Namun apakah Indonesia sudah masuk ke dalam kategori negara maju, sesuai dengan letak strateginya?.

Jawabannya, belum. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini Indonesia masih mengalami ketimpangan yang cukup tajam di berbagai daerah, baik dari bidang pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan. Mestinya, dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi (rata-rata 1,05% setiap tahun-BPS-Merah) dibarengi dengan kemajuan dalam bidang ekonomi, pendididkan, sosial budaya serta pangan agar penduduk yang banyak tersebut tidak mengalami kemiskinan dan kemiskinan yang tinggi.

Dalam bidang pendidikan, misalnya masih mengalami ketimpangan yang sangat luar biasa jauh antara perkotaan dengan pedesaan, antara pulau Jawa dengan pulau-pulau lain yang ada di luar. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa mungkin yang akan dibangun oleh pemerintah hanya di pulau Jawa saja? Sedangkan pulau-pulau lain hanya dijadikan sebagai penonton semata. Dan Sumber Daya Alamnya dikeruk untuk membangun pulau Jawa yang tingkat kepadatan penduduknya sangat tinggi.

Padahal, kalau kita mengacu pada UUD 1945 khususnya pada pasal 31, serta UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di sana sudah sangat jelas dipaparkan pendidikan bahwa diperuntukan untuk seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali dan pemerintah wajib memberikan biaya dan fasilitas yang mendukung untuk keberlangsungan pendidikan dari perkotaan sampai dengan tingkat pedesaan. Pada pasal 5 UU No.20/2003, ayat (1) dikatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, kemudian pada ayat (3) dikatakan bahwa warga negara di daerah terpencil atau di masyarakat belakang serta adat yang terpencil berhak memperoleh layanan pendidikan khusus.

Namun, realitanya potret pendidikan di perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia mengalami kesinambungan yang cukup signifikan, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran banyak masyarakat disana yang hijrah ke negara tetangga untuk mencari nafkah, termasuk berharap dapat mengenyam pendidikan yang memadai.

Kendala yang sering dikeluhkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah masalah dana yang selalu saja kurang. Bagi saya, permasalahan tersebut sebenarnya sudah menjadi masalah klasik dan bersifat kamuflase. Sedangkan disisi lain bermunculan para koruptor yang melakukkan korupsi miliaran rupiah demi kepentingan pribadi mereka. Berkaitan dengan hal ini, ICW melaporkan bahwa selama kurang lebih 9 (sembilan) tahun Presiden Joko Widodo menjabat, cenderung tidak terjadi penurunan terhadap pemberantasan korupsi. Bahkan, pada akhir tahun 2023 lalu dilaporkan bahwa tingkat korupsi meningkat dari skor tahun sebelumnya 110 menjadi 115 dari 34 negara yang diteliti.

Siaran pers Indonesian Cooruption Watch (ICW) pada bulan Januari 2024 menyebutkan, meningkatnya korupsi di Indonesia disebabkan beberapa faktor krusial, seperti: a) Presiden lebih sibuk “cawe-cawe” dalam politik daripada melakukan pembenahan hukum; b) Presiden cenderung lepas tanggung jawab terhadap situasi yang sangat ditolak KPK; c) proyek legislasi yang dihasilkan oleh Presiden bersama DPR telah berhasil mendegradasi pemaknaan korupsi sebagai kejahatan luar biasa ( extraordinary crime ); d) komitmen pemberantasan korupsi dan aparat penegak hukum semakin rendah; e) lembaga kekuasaan kehakiman masih belum berorientasi pada pemberian efek jera saat menjatuhkan hukuman terhadap pelaku korupsi; f) dalam penghujung kepemimpinan Presiden Jokowi, praktik lancung berupa konflik kepentingan pejabat publik tidak hanya ditolerir, namun seolah-olah dianjurkan; g) belakangan, gelombang korupsi di sektor politik kian masif.

Andai saja uang yang dikorupsi tersebut digunakan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan, bukan sesuatu yang mustahil pendidikan mampu menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.

Untuk bidang pendidikan sebenarnya tergantung dari sarana transportasi yang lancar karena dengan adanya transportasi yang lancar tentunya dapat memudahkan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Selain itu, pemerintah dapat dengan mudah melakukan kontrol terhadap kemajuan pendidikan terutama di daerah perbatasan. Begitu juga dengan arus informasi, karena di daerah perbatasan sampai saat ini masih sangat sulit untuk jaringan Hand Phone (HP) melalui jaringan internet. Oleh karena itu, untuk mengakses berbagai informasi cukup sulit, sehingga ketika ada kebijakan yang baru dari pemerintah pusat, para guru sangat kesulitan untuk mengakses dan pada akhirnya kebijakan tersebut lambat diketahui.

Pada tahun 2009 dibentuk Badan Pengelola Daerah Perbatasan di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Saat itu, ada sembilan menteri dari berbagai bidang kabinet Indonesia Bersatu Jilid Dua yang datang. Badan ini baru mulai bekerja pada tahun 2011, yakni dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2001. Mengenai tugas, wewenang dan fungsi badan ini merupakan badan yang bertanggung jawab mengelola perbatasan mulai dari infrastruktur sampai pada pendidikan. Selain itu juga sebagai tempat masyarakat mengadukan berbagai permasalahan di perbatasan. Namun, sampai saat ini belum banyak yang bisa diperbuat oleh badan tersebut di daerah perbatasan terutama dalam bidang pendidikan.

Masyarakat di perbatasan, sampai saat ini masih banyak yang belum dan putus sekolah. Anehnya, ada yang sampai meninggal dunia tidak pernah melihat ibu kota kabupaten yaitu kabupaten Sintang. Namun, jika ditanya tentang negara Malaysia, mereka sangat senang. Sungguh ironis dan mestinya pemerintah sadar kenapa bisa terjadi seperti itu. Pemerintah harus jeli untuk melihat dan mendengarkan serta mendengarkan keluhan masyarakat agar mereka juga bisa merasakan sentuhan pembangunan seperti warga yang ada di perkotaan karena seluruh warga Indonesia mempunyai hak yang sama dalam segala bidang kehidupan.

Pada tahun 2011 salah seorang kepala desa di kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat pada tanggal 17 Agustus mengibarkan bendera Malaysia. Beliau melakukan hal itu bukan karena ingin menjadi warga negara Malaysia, tetapi karena selama ini pembangunan yang mereka anggap tidak dirasakan. Pada tahun 2018, saya berkunjung ke salah satu sekolah negeri kecamatan yang sama. Namun anehnya sekolah ini tidak memiliki gedung, para siswa dan guru belajar menggunakan tenda, yang lantainya beralaskan tanah dan dindingnya dari bambu.

Dengan bergantinya rezim, memberikan secerca harapan baru bahwa pemerintah yang baru akan memperhatikan pembangunan terutama dalam bidang pendidikan khususnya di perbatasan. Para penguasa seharusnya menyadari bahwa mereka tidak selamanya memerintah, demikian pula masyarakat yang diperintah tidak selamanya diperintah. Bergantinya rezim, yang tadinya masyarakat yang diperintah berganti pemerintahan, mestinya harus lebih baik dari pemerintah yang sebelumnya karena ia pernah merasakan bagaimana rasanya diperintah oleh pemerintah yang tidak baik (bahkan kurang memperhatikan kepentingan masyarakat), Plato dalam (Rapar, 2011).

Negara akan baik jika pemerintahannya juga baik, negara akan bijaksana jika diperintah oleh negarawan karena mereka sangat menyadari bahwa perintah mereka adalah rakyat yang telah memilih mereka dan memberikan tanggung jawab untuk memerintah. Selain itu, mereka juga berusaha memperbaiki sistem pemerintahan sebelumnya dengan harapan rakyat bisa merasakan pembangunan yang lebih baik dari sebelumnya, (Acemoglu & Robinson, 2021).

Penulis: Juri - Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Kewarganegaraan

Editors Team
Daisy Floren