PCPM Ciseeng: Dialog dan Edukasi Politik Harus Menjadi Budaya Calon Pemimpin Publik

PCPM Ciseeng: Dialog dan Edukasi Politik Harus Menjadi Budaya Calon Pemimpin Publik

Smallest Font
Largest Font

Bogor,  3 Februari 2024 | Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Ciseeng mengadakan kegiatan diskusi bertemakan Disrupsi PILPRES 2024: Dialog, Edukasi Politik Dan Gerakan Bottom-up. Kegiatan ini menyoroti dinamika PILPRES 2024 yang menghadirkan berbagai dinamika baik yang kaitannya positif dan negatif. Dinamika tersebut sedikit banyaknya menimbulkan disrupsi atau guncangan. Disrupsi postif sebagai contoh, adanya corak baru dalam kampanye. Yaitu dialog dua arah dengan publik. Model ini mendisrupsi model kampanye yang dipahami masyarakat sebelumnya: satu arah, subjektif dan berisi banyak hiburan. 

Nuansa dialog dan edukasi politik pada PILPRES kali ini mendominasi. Ada Desak Anies, Slepet Imin, Gelar Tikar Ganjar dan Tabrak Prof yang mencerahkan akal. Setara seperti kuliah di kampus. Masyarakat bisa menikmati secara gratis sekaligus memahami kebijakan calon pemimpinnya. Tak lupa, masyarakat bisa membedah isi pikiran kandidat dengan pertanyaan secara acak. 

Ketua umum PCPM Ciseeng mengatakan, "Disrupsi ini perlu ditangkap oleh para pemuda dan dipromosikan agar demokrasi di Indonesia semakin baik. Ke depan kita dorong agar ini bisa jadi budaya dan arus utama bahkan pada kampanye tingkat CALEG dan tingkat kepemimpinan publik lainnya." Ia menambahkan bahwa masyarakat rindu untuk dicerdaskan. Pembangunan manusia di atas pembangunan infrastruktur. Sejalan dengan itu, Djoni Gunanto selaku narasumber mengapresiasi diskusi kritis semacam ini agar terus dilakukan dan diperbanyak. 

Beliau yang merupakan seorang dosen dan pemerhati politik memotret disrupsi negatif dari PILPRES kali ini yang menciptakan kemunduran. Serangkaian peristiwa nihil etika, pragmatisme dan defisit kenegarawanan diketengahkan. Hal itu diamini oleh para peserta diskusi. 

Di sisi lain beliau menambahkan, "Ada dua macam model politik, pertama politik prosedural dan kedua adalah politik substansial. Indonesia masih berada di wilayah politik prosedural. Itu saja sudah diintervensi", terangnya. 

Penggunaan kekuasaan untuk cenderung pada salah satu paslon dan polarisasi di tengah masyarakat juga disampaikan salah satu peserta diskusi. Djoni menanggapi bahwa hal tersebut jangan sampai membuat kita abai terhadap politik. Anak muda harus mengambil peran dan bagian agar politik kesejahteraan sosial bisa tercipta. 

Pada penutup diskusi, Erick berpesan agar peserta diskusi bisa tetap memiliki optimisme dan menangkap kemajuan demokrasi yang telah diinisiasi beberapa pihak. Karena publik yang didominasi anak muda ternyata menyukai model kampanye seperti ini: dialog dua arah dan sarat akan edukasi. Bahkan masyarakat yang tercerdaskan dan merasa satu value dengan kandidatnya bersedia membuat gerakan organik untuk mendukung paslonnya walaupun harus merogoh kocek pribadi. Inilah yang disebut gerakan bottom-up. Gerakan advokasi sosial yang timbul akibat masyarakat yang tercerahkan. 

PCPM Ciseeng juga mendorong agar orang baik dan kompeten seperti kang Djoni bisa ikut dalam kontestasi politik nantinya sebagai CALEG yang membawa politik nilai dan gagasan sebagai modal utama.

Editors Team
Daisy Floren