Miskonsepsi dalam Transisi dari Kurikulum Merdeka Menuju Kurikulum Nasional

Miskonsepsi dalam Transisi dari Kurikulum Merdeka Menuju Kurikulum Nasional

Smallest Font
Largest Font

JAKARTA - Kurikulum saat ini telah menjadi perbincangan hangat yang meluas, mulai dari perubahan nama hingga diskusi filosofis yang mendalam. Saat ini, implementasi Kurikulum Merdeka mencapai 80% di seluruh Indonesia. Namun, pertanyaannya adalah apakah Kurikulum Merdeka akan kembali berganti nama menjadi Kurikulum Nasional?

Prioritas Program Kemendikbudristek 2024:

1. Peluncuran KURIKULUM NASIONAL menggantikan Kurikulum Merdeka pada bulan Maret 2024.
2. Pendaftaran Sekolah yang Melaksanakan Kurikulum Nasional untuk Tahun Ajaran 2024/2025.
3. Festival Kurikulum Merdeka.
Ini mencatat adanya potensi miskonsepsi atau perbedaan pandangan terkait transisi ini. Mengapa hal ini menjadi isu yang terus bergulir, terutama saat pergantian Menteri? Ini menunjukkan ketidaksempurnaan dalam langkah pemerintah mengubah Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional sesuai harapan. Mengapa harus ada pergantian dan penyesuaian nama ketika Pak Nadiem Makarim akan mengakhiri masa jabatannya? Mengapa tidak langsung menggunakan nama Kurikulum Nasional daripada Kurikulum Merdeka? Apakah ini semata-mata kepentingan politik? Kita tidak tahu maksud dan tujuan di balik kebijakan tersebut.

Dalam rilis pers Kemdikbud Ristek tanggal 27 Februari 2024, Bapak Anindito Aditomo menyatakan bahwa,

"Regulasi ini akan memberikan kepastian bagi semua pihak mengenai arah kebijakan Kurikulum Nasional. Setelah Permendikbud Ristek ini terbit, sekitar 20% satuan pendidikan yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka akan diberikan waktu 2 tahun untuk mempelajari dan menerapkannya."

Apakah ini akan terus berlanjut? Ataukah ini hanya menjadi jawaban bagi para guru yang mengalami kesulitan administratif dalam menerapkan Kurikulum Merdeka?

Semoga apa yang disampaikan oleh Pemerintah Pusat benar, bahwa Kurikulum Nasional akan membawa dampak positif yang signifikan bagi kemajuan pendidikan Indonesia. Namun, ke depannya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga harus menunjukkan bukti dengan meningkatkan hasil PISA sebagai evaluasi, bukan sekadar bangga karena peringkat meningkat sementara hasil turun.

Penulis: Praditiyo Ikhram, S.Pd. (Wakil Koordinator Indonesia Education Watch)

Editors Team
Daisy Floren