Jalani Sidang Dakwaan Perdana, Mantan Kabasarnas Marsdya (Purn) TNI Henri Alfiandi Ajukan EksepsiĀ
JAKARTA- Mantan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas), Marsdya (Purn) TNI Henri Alfiandi, menjalani sidang perdana kasus dugaan penerimaan Dana Komando (Dako) proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas. Sidang digelar di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II, Jakarta, Senin 1 April 2024.
Persidangan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Adeng, dengan hakim anggota Kolonel Kum Siti Mulyaningsih, dan Kolonel Chk Arwin Makal, serta Panitera pengganti Mayor Chk Khairudin, dan Oditur Kolonel Laut (H) Wensaslaus Kapo.
Prosesi sidang perdana ini berlangsung cukup singkat. Oditur Kolonel Laut (H) Wensaslaus Kapo hanya membacakan bukti-bukti dakwaan terhadap Marsdya (Purn) TNI Henri Alfiandi.
Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Adeng kemudian memutuskan sidang lanjutan dengan agenda eksepsi dari pihak Marsdya (Purn) TNI Henri Alfiandi akan dilanjutkan pada 22 April 2024.
Penasehat Hukum Marsdya (Purn) Bapak Henri Alfiandi, Muhammad Adrian Zulfikar, SH., menegaskan pihaknya siap melakukan eksepsi terhadap dakwaan Oditur.
"Mengenai dakwaan Oditur Militer No. Sdak/10/II/2024 atas nama Bpk. Henri Alfiandi wiyt kabur dan tidak jelas. Terutama soal angka tuduhan korupsi yang masih liar di media mencapai Rp88 miliar. Dalam dakwaan pertama, kedua, maupun ketiga, tidak ada sangkaan mengenai penerimaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas yang mencapai Rp88,3 miliar, melainkan sangkaan penerimaan suap hanya sebesar Rp7.898.510.400 atau Rp8.652.710.400," paparnya
Ditandaskannya, dakwaan Oditur dinilainya kabur dan tidak jelas karena dalam dakwaan pertama disebutkan bahwa tuduhan total Dana Komando (Dako) yang diterima terdakwa adalah sebesar Rp7.898.510.400. Namun Dalam dakwaan kedua dan ketiga, disebutkan bahwa tuduhan total Dana Komando yang diterima terdakwa adalah sebesar Rp8.652.710.400.
"Dalam dakwaan, Oditur tidak jelas menguraikan cara-cara atau perbuatan seperti apa yang dilakukan Bpk. Henri Alfiandi selaku Kabasarnas/Pengguna Anggaran untuk memenangkan mitra-mitra tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa. Tidak jelas bagaimana peristiwa suap (sebagaimana Pasal 11, 12 a dan 12 b UU Tipikor) yang disangkakan Oditur kepada terdakwa sampai dengan muncul penerimaan angka-angka tersebut itu terjadi. Sehingga asal muasal nilai total Dana Komando sebesar Rp7.898.510.400 atau Rp8.652.710.400 sangat kabur," bebernya.
Adrian menegaskan pula bahwa tidak ada kewenangan dalam jabatan Henri Alfiandi selaku Kabasarnas/Pengguna Anggaran untuk memenangkan mitra-mitra tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Proses pengadaan barang dan jasa telah sesuai ketentuan hukum yang berlaku atau tidak ada pengaturan/rekayasa prosedur untuk memenangkan mitra tertentu," ujarnya.
Menurut Adrian, Henri Alfiandi dalam menjalankan tugas sebagai Kabasarnas/Pengguna Anggaran memiliki kewenangan hanya sebatas menentukan identifikasi kebutuhan sehubungan barang yang dibutuhkan, yang menjadi prioritas nasional, prioritas kondisi lembaga dan harus barang terbaik sesuai dengan perencanaan.
Terkait Dako, Adrian menyampaikan pula bahwa telah ada jauh sebelum Henri Alfiandi menjabat sebagai Kabasarnas. "Pak Henri hanya melanjutkan sistem Dana Komando yang sudah eksis sebelum dirinya menjabat sebagai Kabasarnas dan membuatnya lebih tertata dengan rapi. Dana Komando diberikan kepada dan sepenuhnya untuk kepentingan lembaga Basarnas, bukan untuk pribadi," imbuhnya. (RFS)