Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya: Desa Wisata Kampung Adat Banceuy Subang
Keragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia menjadi salah satu sumber inspirasi dalam proses pengembangan ekonomi kreatif saat ini. Ekonomi kreatif dapat memainkan peran yang strategis dalam perekonomian nasional sehingga nantinya diharapkan bisa menjadi tulang punggung perekonomian negara yang mampu menciptakan nilai tambah dan mampu mendukung penguatan citra serta budaya Indonesia.
Perkembangan ekonomi kreatif yang sangat pesat ini dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, selain itu dipengaruhi juga oleh perkembangan kebudayaan yang ada di masyarakat itu sendiri. Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjelaskan bahwa ekonomi kreatif merupakan penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreatifitas sumber daya manusia dan berbasis ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi (Kemenparekraf, 2014).
Menurut Rainse (2013), ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya terdiri dari; pasar barang seni, kerajinan, film, video, dan fotografi, musik, serta seni pertunjukkan. Selain itu juga ekonomi kreatif berbasis budaya lokal merupakan ekonomi yang mengandalkan kreatifitas masyarakat dengan memanfaatkan potensi budaya lokal itu sendiri sebagai modal dalam memperoleh keuntungan. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan warisan budaya yang dimiliki oleh suatu daerah, misalnya dengan adanya desa wisata budaya.
Pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya dengan mengedepankan wisata budaya banyak sekali berkembang di Indonesia, salah satunya di daerah Subang-Jawa Barat. Masyarakat Subang memiliki kebudayaan yang dijadikan identitas daerah agar Subang bisa lebih di kenal oleh masyarakat luas. Salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh Subang yaitu kebudayaan atau warisan budaya yang ada di desa wisata Kampung Adat Banceuy.
Desa wisata Kampung Adat Banceuy, terletak di Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang-Jawa Barat. Kampung Adat Banceuy merupakan Kampung Adat yang sudah berdiri sejak 100 tahun yang lalu. Kampung Adat Banceuy disebut dengan Kampung Adat dikarenakan dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Banceuy masih memelihara dan menjaga adat istiadat yang diwarisi oleh nenek moyang mereka, seperti halnya mereka masih memiliki rasa bahwa manusia itu bagian dari alam, keduanya tidak dapat dipisahkan dan manusia tidak dapat menyatakan sebagai penguasa. Meskipun demikian sebenarnya dalam masyarakat adat Banceuy saat ini mereka menerima perubahan yang terjadi, akan tetapi tetap mengutamakan kebudayaan yang ada sehingga sampai saat ini mereka masih mempertahankan adat istiadat mereka.
Adapun beberapa kebudayaan atau adat istiadat yang masih dipertahankan sebagai bagian dari kehidupan mereka yaitu; Upacara Ruwatan Bumi, Upacara Hajat Wawar, Hajat Safaran, Hajat Mulud Aki Leutik, Mapag Cai , Mitembeuyan tandur, Ngabangsar, Upacara Khitanan, Ngabangsar. Selain itu juga masyarakat adat Banceuy memiliki beberapa kesenian khas daerah mereka yaitu seperti Celempung, Gembyung, Dogdog, Rengkong, Durkeung, Tutunggulan. Selain masih mempertahankan adat istiadat dan kesenian daerah, masyarakat adat Banceuy masih mempertahankan permainan-permainan tradisional mereka yaitu gatrik, boyboyan, dan masih banyak lagi permainan tradisional yang lainnya.
Kampung Adat Banceuy dijadikan sebagai desa wisata budaya diharapkan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat serta mampu membuat masyarakat adat Banceuy tetap mempertahankan adat istiadat serta kebudayaan mereka sehingga nantinya dapat diwariskan kepada generasi penerus mereka.
Ada satu hal yang menarik dari Kampung Adat Banceuy selain adat istiadat serta kebudayaan yang mereka miliki yaitu, cara pandang mereka terkait perkembangan kehidupan masyarakat di luar Kampung Adat Banceuy. Masyarakat Banceuy tidak membenturkan antara modernisasi dengan kebudayaan akan tetapi mereka berpandangan bahwasanya budaya dan modernisasi bisa disatukan dan beriringan satu sama lain, sehingga kebudayaan yang ada masih dilestarikan dan diwariskan kepada para generasi muda Banceuy.
Penulis: Tita Nurmalinasari Hidayat (Akademisi)