Buka Seminar Transaksi Elektronik dan Transformasi Digital, Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Notaris Terapkan Cyber Notary
Buka Seminar Transaksi Elektronik dan Transformasi Digital, Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Notaris Terapkan Cyber Notary
JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan perkembangan teknologi dan digitalisasi yang terus berlangsung membawa tantangan baru yang harus dihadapi oleh seluruh profesi, termasuk notaris. Sebagai pelayan masyarakat yang memiliki peran penting dalam menyelenggarakan keadilan dan kepastian hukum, notaris perlu memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.
Salah satu bentuk adaptasi yang sangat penting adalah melalui transformasi dengan menerapkan konsep cyber notary. Transformasi ini bukan hanya suatu keharusan, melainkan juga menjadi peluang untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan notaris kepada masyarakat.
"Dengan penerapan cyber notary, para notaris dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk mempermudah pelaksanaan tugas dan kewenangan mereka. Ini bukan hanya memudahkan notaris dalam menjalankan tugasnya, tetapi juga memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan notaris tanpa harus bersusah payah mendatangi kantor notaris," ujar Bamsoet saat menjadi pembicara secara daring dalam Seminar Nasional "Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Transformasi Digital dan Cyber Notary" yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Alumni Notariat Universitas Padjadjaran dari Jakarta, Jumat (1/3/24).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dari aspek regulasi, dukungan hukum untuk menerapkan cyber notary di Indonesia sudah terlihat dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menunjukkan bahwa notaris memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi transaksi secara elektronik. Apalagi semenjak diundangkannya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Kita patut mengapresiasi langkah progresif dalam Undang-Undang ITE 2024, yang menghapus ketentuan pasal 5 ayat (4) Undang-Undang ITE lama; dan menggantinya dengan norma baru yang secara tegas mengatur e-evidence. Namun, melihat kompleksitas perkembangan teknologi, kita perlu mempertimbangkan penambahan regulasi yang khusus mengatur tentang Cyber Notary dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau
pembuatan Peraturan Pemerintah yang terfokus pada aspek ini, untuk memberikan kepastian hukum yang lebih mendalam," kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini memaparkan, cyber notary bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga meningkatkan fungsi dan peran notaris konvensional di era digital. Lebih dari itu, cyber notary juga menjadi elemen kunci dalam menjaga keamanan dan ketahanan siber nasional. Hal ini menjadi semakin penting karena dewasa ini, transaksi ekonomi digital di Indonesia tumbuh sedemikian pesat.
"Sebagai gambaran, per Januari 2024 saja, nilai transaksi digital banking di Indonesia mencapai lebih dari Rp. 5.300 triliun, atau tumbuh sekitar 17,19 persen. Merujuk pada proyeksi Bank Indonesia, nilai transaksi digital banking juga diproyeksikan akan terus tumbuh sebesar 23,2 persen pada tahun 2024, atau mencapai Rp. 71.584 triliun," pungkas Bamsoet. (red.resky)