Bagi-bagi Jabatan sebelum Pengumuman Resmi KPU, Lazimkah?
BANDUNG - Pasca fenomena pemilu, pengumuman sebelum pengumuman resmi KPU menjadi perhatian serius. Pakar politik, Arya Budi UGM memberikan perspektif kritis mengenai praktik ini bahwa pasangan yang diproyeksikan akan menang harus menunjukkan sikap penuh kehati-hatian, meskipun mereka menyatakan keinginan untuk mempersatukan semua elemen, langkah yang seharusnya diambil adalah menahan diri dari melakukan eksploitasi atas potensi kemenangan tersebut dengan membagi-bagikan jabatan. Saat ini, proses masih berlangsung di KPU, meski terdapat data quick count yang cukup meyakinkan, lalu Arya pun mengajak untuk menerapkan profesionalisme dalam pengelolaan kekuasaan pasca-pemilihan.
“Praktik bagi-bagi jatah atau alokasi sumber daya yang terjadi sebelum masa pemerintahan lama berakhir adalah tidak lazim atau tidak wajar. Secara tradisional, bagi-bagi jatah atau alokasi sumber daya tersebut biasanya terjadi setelah pilpres dan dilantiknya pemerintahan baru. Oleh karena itu, praktik ini dapat dianggap tidak sesuai dengan proses politik yang umumnya berlaku serta dapat menimbulkan pertanyaan tentang transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pemerintahan." kata Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Ihsan Hamid
Dalam ilmu politik khususnya teori legitimasi memandang fenomena ini, menyoroti pemerintahan yang sah dan stabil hanya dapat terwujud ketika kekuasaan didasarkan pada legitimasi yang diberikan oleh rakyat melalui mekanisme demokratis. Oleh karena itu, klaim atas jabatan sebelum keputusan resmi diumumkan dapat mengancam legitimasi pemerintahan dan menciptakan ketidakstabilan politik.
Berbagai artikel ilmiah yang menjadi acuan dalam fenomena ini antara lain teori patronase dan teori klientelisme. Teori patronase menggambarkan hubungan antara penguasa atau elit politik dengan kelompok-kelompok pendukung mereka, yang sering kali didasarkan pada pertukaran dukungan politik dengan keuntungan atau jatah tertentu. Pembagian jabatan kepada tim pemenangan sebelum pengesahan KPU dapat dilihat sebagai bagian dari praktik patronase, di mana penguasa atau elit politik memberikan imbalan kepada mereka yang telah mendukung mereka dalam kampanye politik.
Sedangkan teori klientelisme menjelaskan hubungan di mana penguasa atau elit politik memberikan bantuan kepada individu atau kelompok tertentu sebagai hadiah atas dukungan politik mereka. Pembagian jabatan kepada tim pemenangan sebelum pengesahan KPU dapat dilihat sebagai bentuk klientelisme politik, di mana penguasa atau elit politik berusaha untuk memastikan loyalitas dan dukungan dengan memberikan keuntungan politik kepada mereka yang telah mendukung mereka.
Lebih lanjut, Dr. Komunikasi Muhammad E Fuady menyatakan bahwa untuk memastikan efektivitas dan kredibilitas pemerintahan pasca-pemilihan, sebaiknya kita sudah meninggalkannya. Praktik politik yang didasarkan pada hutang budi, balas jasa, atau pengangkatan seseorang karena jasa politiknya. Sebaiknya, kita memastikan bahwa proses pemilihan atau penunjukan seseorang didasarkan pada pertimbangan kepatutan dan kelayakan, bukan pada hubungan pribadi atau pertukaran politik semata.