Apriya R : Capres Harus Pahami Etika Politik Bukan Retorika

Apriya R : Capres Harus Pahami Etika Politik Bukan Retorika

Smallest Font
Largest Font

BANDUNG- Mengapa seorang politikus sering menggunakan istilah "etika politik"? Apakah mereka sepenuhnya memahami makna dari istilah-istilah tersebut? Kita sering mendengar selama memuat capres dan cawapres yang selalu berbaur tentang etika, namun apakah capres dan cawapres mengetahui betul apa itu “etika politik” atau hanya sebatas retorika politik saja? 

Politikus sering menggunakan retorika untuk membangun citra yang positif di mata publik. Penggunaan istilah “etika politik” dapat menciptakan kesan bahwa mereka peduli dan berkomitmen terhadap nilai-nilai moral dan etika dalam dunia politik. Ini dapat menjadi bagian dari upaya mereka untuk membangun reputasi yang bersih dan berintegritas.  

Dalam debat capres dan cawapres kemarin yang berlangsung pada tanggal 21 Januari 2024. yang kita temui sering kali disebutkan “etika politik” bahkan didebat-debat sebelumnya yang dapat mempengaruhi simpati masyarakat. Dalam beberapa kasus politikus sering berbicara dalam konteks strategi komunikasi untuk mencapai tujuan politik tertentu dengan menggaung-gaungkan etika politik. 

Sebetulnya dengan penggunaan istilah "etika politik" dapat digunakan sebagai alat untuk membentuk narasi tertentu yang mendukung agenda politik mereka. Hal ini dapat membantu mereka memenangkan dukungan publik dan menarik dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. 

Beberapa politikus mungkin kurang mendapat penekanan pada etika pendidikan politik dalam pembekalan politik mereka. Hal ini dapat mengakibatkan pemahaman yang dangkal atau keliru tentang konsep-konsep tersebut, dan mereka mungkin menggunakan istilah-istilah tersebut tanpa pemahaman yang mendalam.

Pada dasarnya etika politik adalah cara untuk menemukan sebuah kebenaran, yakni dengan penalaran atau penafsiran. Seperti Socrates, mengutarakan bahwa mana mungkin suatu masyarakat bertahan jika tidak dipimpin oleh seseorang yang bijak. Selain itu, Aristoteles berpendapat bahwa etika politik adalah suatu keindahan yang harus menuju kebahagiaan, di dalamnya terdapat materi, kemampuan, kecerdasan dan penalaran.

Ciri khas yang dicapai adalah dengan cara yang baik agar terhindar dari perilaku yang berputar, jika tidak mempunyai etika maka akan cenderung ke perilaku eksesktif yang menuju ke desktruktif. Etika itu menjawab kehidupan dengan baik dan menghidupkan institusi yang lebih adil. Etika politik sendiri sebagai titik tolak dalam refleksi filsafat politik. Etika politik hadir agar tidak mengabaikan keyakinan yang ada di dalamnya. 

Lalu, bagaimana filsafat politik menganggap politikus termasuk dalam indikator yang baik? Menurut Socrates adalah pemimpin yang jujur, santun, integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, lalu memiliki keadilan untuk kesejahreraan umum dan tidak mementingkan golongan saja serta mengutamakan moral dalam jiwa.

Seseorang yang mau terjun ke politik idealnya memahami etika politik. Lalu setelah menjadi negarawan, mereka sebaiknya menjunjung tinggi filsafat politik dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga termasuk sebagai indikator seorang negarawan yang baik. 


Dalam hal ini agenda pendidikan politik kepada masyarakat mengenai hakikat dari etika politik penting ditanamkan masyarakat agar mengetahui pemimpinnya bukan hanya berdasarkan retorika atau standar dari strategi komunikasi yang dibangun pada saat debat capres dan cawapres saja, namun juga harus memenuhi indikator sebagai negarawan yang baik dan dapat berkomitmen terhadap nilai-nilai moral.


Penulis: Apriya Maharani R, M.Pd. ( Pendidik dan Akademisi )

Editors Team
Daisy Floren